Sabtu, 28 Maret 2015

Museum 1.000 Moko, Nusa Tenggara Timur


Museum ini berada di Kota Kalabahi, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota yaitu di Jalan Diponegoro, Kalabahi. Museum 1.000 Moko menyimpan beragam benda peninggalan pra-sejarah dan benda sejarah. Museum ini adalah salah satu bukti betapa budaya di pulau ini dapat begitu sangat beragam dan unik.Dinamai Museum 1.000 Moko karena moko mewakili kebudayaan orang Alor dan dianggap sebagai benda adat yang bernilai budaya sangat tinggi. Sementara itu, angka 1.000 menunjukkan keanekaragaman suku sekaligus bentuk harapan masyarakat Pulau Alor. Koleksi yang tersimpan di Museum 1.000 Moko cukup beragam, yaitu: alat tenun, kain tenun,  gerabah, alat nelayan tradisional, alat pertanian, meriam portugis, senjata peninggalan Jepang, baju adat, alat berburu tradisional, dan tentunya koleksi unggulan yaitu moko. Benda koleksi di museum ini terus diperlengkapi dimana museum ini berambisi mengoleksi moko dalam jumlah banyak hingga 1.000 atau lebih. Masyarakat Alor sendiri menyebut moko sebagai sebutan untuk nekara perunggu yang umumnya dikenal sebagai salah satu benda sejarah peninggalan kebudayaan Dongson di Vietnam Utara. 


Orang Alor sendiri percaya bahwa Moko berasal dari tanah dan hanya dimiliki para bangsawan karena nilainya sangat tinggi. Hampir dipastikan tidak ada masyarakat adat di Nusantara yang mengoleksi moko dalam jumlah banyak seperti suku-suku di Pulau Alor. Dalam sejarah peradaban Pulau Alor, moko digunakan sebagai belis atau atau mas kawin. Moko memiliki peranan penting bagi masyarakat Alor, yaitu kepemilikan terhadap jumlah dan jenis moko tertentu dapat menunjukkan status sosial seseorang. Di beberapa suku tradisional di Pulau Alor moko digunakan sebagai gendang untuk mengiringi tarian adat. Selain sebagai alat musik tradisional, dahulu moko juga berfungsi sebagai alat tukar ekonomi masyarakat Alor. Hal inilah yang sempat menyebabkan inflasi di kawasan tersebut pada masa pemerintahan Hindia Belanda sehingga membuat sistem baru dengan membatasi peredaran Moko di Pulau Alor. Sekarang Moko berfungsi sebagai peralatan belis atau mas kawin serta simbol status sosial. Dalam adat dan istiadat pernikahan masyarakat Alor, moko digunakan sebagai alat pembayaran belis atau mas kawin seorang laki-laki kepada calon isterinya, itu karena moko dipercaya dapat mengikat pernikahan. 


Hingga kini, adat menjadikan moko sebagai mahar masih terus berlangsung. Suku di Alor yang masih menetapkan mas kawin dengan moko adalah suku Darang (Raja), Tawaka, Kalondama, Kawali, dan Balomasali. Tinggi rendahnya status sosial dinilai oleh banyaknya moko yang disanggupi saat membayar mas kawin. Selain menyimpan koleksi moko, Museum 1.000 Moko juga memajang beragam benda budaya dan barang bersejarah yang ada di daerah ini. Uniknya hampir 80% benda koleksi museum tersebut merupakan warisan dari koleksi seorang warga keturunan China di Kalabahi, bernama Toby Retika. Ia memutuskan untuk meninggalkan Kalabahi pada September 2003 dan menyerahkan seluruh hasil koleksinya itu kepada Pemerintah Kabupaten Alor. Gedung Meseum 1.000 Moko diresmikan Gubernur NTT, Piet A Tallo, pada 4 Mei 2004. Kehadiran museum ini adalah sebagai tempat bagi masyarakat untuk mengetahui, menyaksikan, menganggumi, dan juga mempelajari kebudayaan yang ada di Pulau Alor. 


TIPS
Museum ini buka pada Sening hingga Kamis pukul 08.00-14.00, dan Jumat pada 08.00-15.00. Mintalah bantuan pemandu untuk menjelaskan tentang beragam benda koleksi di tempat ini. Penjelasan seorang pemandu dari luar atau pun dari pihak museum akan lebih memberi pemahaman mendalam dan jelas tentang sejarah dan budaya di Pulau Alor.

Museum 1.000 Moko
Jalan Diponegoro
Kalabahi, Alor
Telp. 0386 2222652

TRANSPORTASI
Museum 1.000 Moko berada di lintasan jalan utama di Kota Kalabahi, tepatnya di Jalan Diponegoro.


KEGIATAN
Ada 2 bangunan utama yang menjadi tempat menyimpan benda koleksi museum ini. Gedung pertama menyimpan benda pra-sejarah dan benda sejarah. Sementara itu, gedung kedua khusus menyimpan koleksi beragam jenis dan motif tenun khas Alor atau disebut kawate. Pemisahan untuk koleksi tenunan karena memang membutuhkan perawatan khusus seperti suhu dan cahaya. Aneka benda bersejarah di Museum 1.000 Moko merupakan hasil budaya suku-suku di Pulau Alor dan pendatang. Di gedung pertama Anda dapat melihat beragam budaya dan pengaruh luar yang masuk ke Pulau Alor, seperti porselin dan peti berbahan daun lontar dari China, kain sutra watola-saleri cindai dari India, kopiah dari Istambul Turki, meriam Belanda dan Portugis, dan pakaian adat dari Bugis. Ada pula benda sejarah bercorak Hindu di sini seperti patung perungga Ratu Tungga Dewi dari Kerajaan Majapahit Untuk mengamati benda peninggalan masyarakat setempat dapat Anda temukan cawat dari kulit kayu, peralatan tenun tradisional, kain kafate, perlengkapan perang dan berburu, perhiasan berupa anting, gelang dan tusuk rambut. 


Ada juga beberapa jenis pedang tradisional (klewang) dan peralatan nelayan tradisional berupa bubu, tombak ikan, dan senapan ikan. Di museum ini Anda dapat menemukan satu-satunya moko yang paling besar yang disebut moko nekara. Moko nekara ini ditemukan oleh Simon J Oil Balol berdasarkan petunjuk mimpi. Ia menggalinya di dalam tanah pada 20 Agustus 1972  di Desa Kokar, Alor Barat Laut. Simon menggali di tempat yang dibayangkan dalam mimpinya dan menemukan moko nekara tersebut lalu diangkat dengan sebuah upacara adat oleh suku setempat. Bentuk fisik moko ini menyerupai gendang dengan bagian atasn dan di tengah-tengahnya bergambar bintang, di tepinya diberi hiasan berupa empat patung kodok. 


Di bagian badan terdapat empat telinga, dua di bagian kanan dan dua di kiri. Moko nekara ini digunakan untuk pesta-pesta adat dan dijadikan semacam rebana atau induk gendang. Anda juga akan melihat 23 moko ukuran kecil setinggi tiga atau empat jengkal orang dewasa. Beberapa diantaranya ada moko pung lima anak panah yang digunakan sebagai mas kawin dalam budaya Pantar, moko jawa telinga utuh cap bintang dan cap satu bunga, moko belektaha cap bengkarung, moko malayfana palili dari Alor Timur, moko makassar bunga kemiri tangan panjang, dan moko aimala kumis besar. Sisanya, antara lain, moko cap naga, bulan, paria, dan cap rupa-rupa simbol lainnya. Di gedung kedua dapat Anda lihat beragam koleksi tenunan khas Alor atau kawate.Seperti juga di daerah Flores, Pulau Alor memiliki budaya menenun dengan beraneka macam motif dan biasanya berupa hewan dan tumbuhan. Ada dua jenis motif tenunan khas Alor, yaitu yang dibuat dengan teknik ikat dan yang dibuat dengan teknik songket.


KEGIATAN
Di Alor dapat Anda temukan perpaduan ekstrem antara daerah pesisir dan pegunungan terjal yang dihuni masyarakat berbeda karakter tetapi memiliki persamaan yaitu mereka begitu bersahaja dan ramah. Pulau Alor adalah pilihan sempurna bagi Anda yang ingin mencari alternatif tempat menyelam selain Raja Ampat atau Pulau Komodo. Airnya yang jernih memungkinkan Anda melihat terumbu karang yang cantik dan kekayaan biota laut dari jarak pandang 40 meter. Anda dapat menemukan berbagai macam biota laut seperti paus, hiu, pari hingga mola-mola, mantis, dan tentunya juga ada ikan lucu napoleon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar