Selasa, 31 Maret 2015

Danau Tolire, Maluku


Tolire adalah danau yang berlokasi di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. Lokasinya persis berada di selatan Gunung Gamalama. Ada dua danau di sini, yaitu yang besar bernama Tolire Besar (lamo) dan yang kecil bernama Tolire kecil (ici) dan keduanya hanya berjarak sekira 200 meter. Dari masa ke masa, volume air danau ini tidak tampak berkurang atau bertambah. Air Danau Tolire dikatakan nyaris tak beriak dan saat musim panas akan berubah warnanya menjadi hijau pekat serta menjadi coklat saat musim penghujan. 


Danau Tolire Besar bentuknya menyerupai loyang raksasa dengan kedalaman dari puncak bukit ke pemukaan airnya mencapai 50 meter dengan luas 5 hektare. Sementara itu, kedalaman danau ini belum diketahui namun masyarakat sekitar percaya dasarnya yang amat dalam itu berhubungan langsung dengan Laut Ternate. Danau Tolire biasa disebut juga Tolire Gam Jaha yang artinya ‘lubang kampung tenggelam’. Nama tersebut diarahkan pada pembentukannya dahulu kala. Menurut cerita masyarakat, Danau Tolire terbentuk saat gempa melanda akibat erupsi Gunung Gamalama pada 1775. 


Saat itu, guncangan bumi yang kuat terjadi tepat di sebuah desa bernama Desa Soela Takomi dan menimbulkan letusan uap panas menyertai erupsi sehingga desa tersebut terbenam ke bawah bumi seiring terbentuknya dua dua danau tersebut. Meski danau ini menjadi habitat banyak ikan dan burung namun warga sekitar tidak berani mengambil atau berburu di sekitarnya karena di danau tersebut diyakini dihuni dan dijaga buaya gaib yang berukuran belasan meter. Buaya putih tersebut hanya sesekali menampakkan diri di permukaan tengah danau dan tidak semua orang bisa melihat kehadirannya. Selain cerita mistis, Danau Tolire bagi masyarakat Ternate dipercaya sebagai tempat membuang harta berharga penduduk Ternate yang dahulu coba dirampas tentara Portugis. Konon ada pula cerita berkembang bahwa harta tersebut memang diatur pihak Kesultanan Ternate untuk disimpan di dasar danau agar tidak bisa ditemukan tentara Portugis.


AKOMODASI
Kota Ternate terbilang modern dan memiliki banyak penginapan beragam tipe yang dapat Anda pilih sesuai kebutuhan. Kota pulau ini juga tidak terlalu besar dimana bisa dikelilingi dengan kendaraan selama 2-3 jam.


KULINER
Warisan budaya dari Kesultanan Ternate salah satunya adalah ragam kuliner yang telah menyebar ke banyak daerah di sekitar Halmahera, Sulawesi, bahkan hingga ke Papua. Kota Ternate tentunya menyediakan banyak tempat untuk Anda mencicipi kelezatan kulinernya. Gohu ikan khas ternate dibuat dari ikan tuna mentah. Makanan ini banyak dikatakan orang sebagai sashimi dari Ternate. Gohu ikan tersebut dibuat dari ikan tuna dan bila sedang tidak musim maka gantinya ikan cakalang sekalipun teksturnya tidak semulus tuna namun tetap lezat. Harga seporsi makanan ini biasanya Rp30.000,-. Gatang kanari juga bila Anda coba bila berminat dan hanya tersedia di beberapa restoran khusus. Meski terbilang makanan mewah dan mahal harganya tetapi kuliner ini termasuk yang paling diburu wisatawan saat menyambangi Ternate. Harganya antara Rp750.000,- hingga Rp 1 juta lebih. Ada juga pupeda atau di Maluku dan Papua disebut papeda. Makanan ini berupa sagu yang dimasak dengan air dan teksturnya mirip lem kanji. Pupeda biasanya disantap bersama ikan kuah soru (ikan asar) yang diasap dengan api gonofu atau sabut kelapa.


TRANSPORTASI
Untuk mencapi danau ini lokasiya tidak begitu jauh sekira 10 menit dari Kota Ternate. Anda dapat menyewa kendaraan atau pun ojek hingga tiba di sisi selatan kaki Gunung Gamalama. Mobil sewaaan kisaran harganya mulai Rp250.000,- per hari, sementara untuk ojek sepeda motor tarifnya mulai Rp10.000,- per jam.


KEGIATAN
Menikmati panorama danau yang mirip mangkuk raksasa ini dari area pandang dapat menjadi kegiatan utama melengkapi pengamatan pada beragam burung yang terbang di atasnya. Ada kegiatan khusus bagi pengunjung dapat dilakukan di Danau Tolire. Biasanya diberi kesempatan untuk melempar batu beberapa butir dari atas area pandang ke bawah permukaan danau. Kabarnya hanya sebagian mampu melempar batu dan jatuh di permukaan airnya. Batu-batu tersebut dijual di sekitar area tersebut seharga Rp1.000,- untuk lima butir.


BERKELILING
Gunakan perahu nelayan atau speed boat sewaaan untuk berkeliling di sekitar Kepualuan Gura Ici. Waktu sesaat sebelum pulang ke Ternate dapat Anda sambangi Pulau Pulau Gunange yang ukurannya lebih besar dari Pulau Lelei namun jumlah penduduknya lebih banyak. Warganya banyak yang memelihara kambing di pinggir pantai. Anda dapat membeli ikan dari nelayan setempat lalu membakarnya langsung di pinggir pantai. Jangan sungkan meminta bantuan nelayan setempat untuk mengolahnya langsung dengan peralatan sederhana, yaitu pembakaran dengan cangkang kelapa dan alas daun untuk piringnya. 


Makanlah ikan itu dengan bumbu atau kecap manis. Anda dapat pula menyambangi Pulau Makean atau Pulau Kenari dimana memang di sini merupakan penghasil kenari terbesar di Maluku Utara. Beli dan cicipi langsung buah kenari di pulau ini dari warga seharga Rp50.000,- per kilonya. Buah kenari tidak mudah untuk dibuka, ada tiga lapis keras cangkang yang perlu dikupas memukulnya dengan batu untuk dimakan biji terdalam yang berwarna putih. Raja buah kenari cukup gurih dimakan langsung. Sejak dahulu masyarakat Maluku memanfaatkan buah kenari untuk membuat bahan campuran pembuat kue dan juga obat.

Senin, 30 Maret 2015

Museum Kedaton Sultan Ternate, Maluku


Temukan beragam warisan peninggalan Kesultanan Ternate di sini. Berlokasi di Kelurahan Sao Sio, Kecamatan Kota Ternate Utara, Kabupaten Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Museum Memorial Kedaton Sultan Ternate merupakan museum sejarah karena koleksi yang dipamerkan adalah benda-benda yang berasal dari Kesultanan Ternate dan dari sisa perang pada masa kedatangan orang-orang Eropa di Maluku dan Maluku Utara pada abad ke-15 Masehi. Museum ini berbentuk segi delapan dibangun tahun 1813 oleh seorang arsitektur asal Cina. Berlokasi di bukit Limau dengan bentuk menyerupai seekor singa yang sedang duduk bertopang dengan kedua kaki depannya menghadap ke laut dan dilatarbelakangi Gunung Gamalama. Dari sinilah sejarah pemerintahan Kesultanan Ternate yang pertama dimulai hingga mencapai kejayaannya lalu kemudian direnggut oleh bangsa kolonial. 


Di antara koleksi berbagai peninggalan bangsa Eropa, museum ini juga memiliki sebuah mahkota yang unik dan sakral yang tidak dimiliki istana lainnya di Indonesia, bahkan di dunia. Itu karena mahkota ini memiliki rambut yang dapat tumbuh layaknya manusia sehingga menjadi satu kewajiban untuk melakukan upacara ritualistampa atau pemotongan rambut mahkota setiap satu tahun sekali setiap hari raya Idul Adha. Mahkota ini diperkirakan telah berumur 500 tahun sejak sultan yang pertama berkuasa. Museum Memorial Kedaton Sultan Ternate memiliki banyak koleksi mulai dari benda geologi, arkeologi, etnografi, sejarah, numismatik/heraldik, filologi, teknologi, seni rupa, hingga keramik. Untuk masuk ke tempat ini pengunjung tidak dipungut biaya. Dibangun 24 November 1813 oleh Sultan Muhammad Ali dengan luas bangunan 1500 m² di atas tanah seluas 1,5 ha. Sejak 1981 pengelolaan bangunan diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meskipun dalam kesehariannya masih digunakan sebagai kediaman Sultan. Tempat ini baru tahun 1982 diresmikan Menteri kebudayaan saat itu, Daud Joesoef. 


Bangunan Museum Memorial Kedaton Sultan Ternate adalah salah satu Istana Kesultanan yang menjadi situs peninggalan sejarah dan harus dilindungi dan dijaga dari kerusakan, dilestarikan dan dimanfaatkan sesuai Undang-undang Benda Cagar Budaya. Kesultanan Ternate memang runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan Nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa. Kesultanan Ternate memiliki peran yang besar dalam pengislaman di wilayah timur Nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal Abidin kemudian menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku. Selain itu keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir Portugis tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pihak pribumi Nusantara atas kekuatan Barat. Kemenangan rakyat Ternate tersebut telah menunda penjajahan Barat di Nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam di Indonesia Timur.


TRANSPORTASI
Untuk menuju tempat ini Anda dapat melalui Bandara Baabullah untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke museum sejauh 3,5 km. Dari Pelabuhan Ahmad Yani jaraknya adalah 1,5 km. Sementara apabila Anda melalui Terminal Gamalama maka jaraknya tidak jauh sekitar 0,5 km.

KULINER
Rasakan bagaimana rasanya kuliner khas daerah ini yaitu pupeda atau kadang sering juga disebut papeda. Merupakan makanan khas daerah Maluku Utara (Ternate)  yang terbuat dari tepung sagu yang direndam dengan air panas. Bentuknya kenyal dan lembut, disajikan dengan kuah ikan sehingga menciptakan rasa yang nikmat. Masyarakat Ternate sangat menyukai pupeda yang disajikan dengan ikan terutama jenis julung-julung. Biasanya saat menyantap makanan ini dengan tangan karena bila menggunakan sendok akan menyulitkan karena lengket. Buah kenari adalah buah yang berkulit keras dimana untuk menghancurkannya perlu palu atau batu. Apabila warna kulit luarnya hitam maka rasanya sangat enak seperti campuran kacang tanah, kacang mente, dan kacang-kacangan yang lain. Bentuk pohon kenari sangat besar dan tinggi tidak seperti kacang- kacangan lainnya. Lalampa adalah nasi dengan campuran bumbu dan ikan yang telah dihaluskan terselip di dalam nasi dan dibungkus daun pisang, kemudian dibakar.  Sajian kepiting kenari juga jangan Anda lewatkan karena memilik rasa yang enak dengan penyajian yang beragam. Cicipi juga nasi kuning yang dibuat dengan pewarna alami kunyit, nasi ini akan sangat nikmat disantap dengan ikan tuna atau cakalang goreng, ditemani sedikit mie goreng, acar dan irisan halus ubi goreng yang agak pedas atau sambel.


TIPS
Waktu kunjungan museum adalah:
Selasa-Minggu            : Pukul 08.00-14.00 WIT
Senin dan Hari libur    : Tutup

Informasi lebih lengkap :
Museum Memorial Kedaton Sultan Ternate
Kelurahan Sao Sio, Kecamatan Kota Ternate Utara,
Kabupaten Kota Ternate,
Provinsi Maluku Utara.
Telp. (0921) 31249999
Fax. (0921) 3216277

Harga makanan di Ternate tergolong mahal, alasannya adalah bahan baku makanan masih diambil langsung dari Manado. Untuk itu, sebelum memesan makanan, ada baiknya Anda bertanya berapa harganya.


BERBELANJA
Untuk mendapatkan oleh-oleh khas Ternate maka kunjungilah Pasar Gamalama, di Jalan Bousorie. Di tempat ini tersedia perhiasan dari besi putih yang tepat menjadi pilihan oleh-oleh unik untuk dibawa pulang. Perhiasan tersebut bervariasi bentuknya dengan harga sebanding dengan kualitas besi putih yang anti karat. Pandailah menawar dimana sebuah cincin besi putih bisa dibeli dengan harga Rp20.000,00 - Rp30.000,00. Selain perhiasan, dapatkan juga oleh-oleh khas lainnya seperti kue kering kenari dan kacang kenari.


BERKELILING
Setelah mengunjungi Museum Memorial Kedaton Sultan Ternate maka mengapa tidak Anda berkeliling menikmati wisata sejarah di Maluku Utara. Masjid Sultan Ternate, Masjid ini  terletak di bagian utara kota Ternate tepatnya kurang lebih 100 meter dari Kedaton Sultan Ternate. Dibangun tahun 1606 saat berkuasanya Sultan Saidi Barakati kemudian dilanjutkan oleh Sultan Musafar dan dirampungkan oleh Sultan Hamzah tahun 1648 dengan komposisi bahan yang terbuat dari susunan batu sedangkan perekatnya digunakan campuran kulit kayu pohon kalumpang. Masjid ini berbentuk segi empat, dimana atapnya mengadopsi bentuk tumpang limas dan tiap tumpang yang dipenuhi terali terukir 360 buah sesuai jumlah hari dalam satu tahun.  


Benteng Kotanaka, berada di samping kanan sebelah utara Kedaton Sultan Tenate, di atas sebuah bukit. Benteng ini diberi nama sesuai nama sebuah mata air yang berada di sekitarnya. Dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda abad ke 18, fungsi dari benteng ini adalah untuk mengawasi gerak-gerik Sultan dan untuk pertahanan Belanda. Kondisi benteng ini hanya bekasnya saja dan telah ditumbuhi pepohonan dan rumput.  Benteng Oranye, Berlokasi di pusat kota dengan kondisi fisik masih utuh, di dalam benteng ini sekarang ditempati oleh kesatuan POLRI dan Angkatan Darat. Benteng ini dibangun tahun 1607 oleh Cornelis Matclief de Jonge (Belanda) dan diberi nama oleh Francois Witlentt Path tahun 1609. Benteng Oranye ini semula berasal dari bekas sebuah benteng tua yang dibangun oleh Bangsa Portugis dan dihuni oleh orang Melayu sehingga diberi nama benteng Melayu. 


Benteng ini pernah menjadi pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) VOC Pieter Both, Herarld Reyist, Laurenz Reaal dan J.C Coum. Di benteng ini pula Sultan Mahmud Badarudin II (Sultan Palembang) diasingkan di Ternate tahun 1822 hingga meninggal dunia tahun 1852 dan makamnya terletak di sebelah barat kelurahan Kalumpang Ternate.  Benteng Kalamata, terletak di sebelah selatan pusat kota Ternate dan berjarak 3 km. Dapat dicapai oleh kendaraan darat. Benteng ini sering disebut Benteng Santa Lucia atau juga disebut Benteng Kayu Merah. Nama Benteng Kalamata diambil dari nama seorang Pangeran Ternate yang meninggal dunia di Makassar tahun 1676. Dibangun oleh Piyageta dari Portugis tahun 1540 kemudian dipugar oleh Pieter Both pada masa Belanda tahun 1609. Tahun 1625 benteng ini pemah dikosongkan oleh Geen Huigen Schapen. Benteng yang dikosongkan ini kemudian diduduki oleh bangsa Spanyol hingga tahun 1663 setelah diduduki oleh Belanda. Benteng ini diperbaiki oleh Mayor Von Lutnow tahun 1799. Kondisi fisik benteng ini sekarang sangat baik karena selesai dipugar tetapi tampaknya nilai keasliannya telah diubah karena ada kesan seperti bangunan baru. 


Benteng Tolukko, berlokasi di bagian utara kota Ternate Benteng tepatnya di Kelurahan Dufa-Dufa yang berjarak sekitar 3 km dari pusat kota Ternate dan dapat dicapai dengan kendaraan darat. Dibangun Fransisco Serao, seorang Portugis pada tahun 1540 kemudian direnovasi oleh Pieter Both di masa Belanda tahun 1610. Benteng ini sering disebut Benteng Holandia atau Santo Lucas. Kondisi bentengnya saat ini baik, karena baru saja dipugar, walaupun cara pengerjaannya masih kurang memuaskan sebagai suatu benda peninggalan sejarah masa lalu. Benteng Dever Lacting, berada di pusat kota Kec. Sanana (Desa Mangon) tepat berada di dekat pelabuhan. Nama benteng tersebut adalah Dever Lacting Acting luasnya sekitar 2750 m² dengan ukuran 50 X 55 m². Benteng ini didirikan tahun 1652 oleh Victor Moll. Benteng ini meski telah mengalami kerusakan 60% namun masih tetap dapat Anda rasakan keutuhan dan nuansa masa lalunya. Meriam Antik dan Bunker, berada di Desa Kusu Kec. Kao, ada sebuah lapangan terbang dan 4 buah meriam antik beserta sebuah bunker peninggalan Jepang pada Perang Dunia II. Biasanya tempat ini menjadi tempat yang dikunjungi wisatawan Jepang untuk berjiarah. Benteng Bernaveld, berlokasi di Desa Labuha Kec. Bacan yang menurut tokoh masyarakat setempat benteng tersebut dibangun oleh Portugis pada akhir abad XV dan hingga kini kondisi fisiknya 7O% masih baik.


KEGIATAN
Anda dapat berkeliling menikmati bermacam-macam benda warisan Kesultanan Ternate dan pendatang Eropa di sini. Fasilitas yang tersedia adalah ruang pameran tetap dan ruang penyimpanan koleksi.  Ada singgasana Sultan Ternate yang berwarna emas begitu megah terpajang di museum ini. Selain itu Anda dapat pula melihat peralatan untuk upacara dan acara kesultanan. Di dalam kedaton Anda dapat melihat benda-benda peninggalan milik kesultanan yang khas serta bernilai sejarah seperti mahkota dan Al-Quran tulisan tangan yang tertua di Indonesia serta berbagai peralatan perang. Amatilah bagaimana mahkota sultan dengan sejumlah perhiasan batu permata, emas, perak, intan, berlian mira, zamrud akik dan shafir. Uniknya mahkota ini mempunyai rambut yang selalu tumbuh dan dipangkas pada Hari Raya Idul Adha dalam suatu upacara istampa. Masyarakat adat Ternate menyebut mahkota dalam bahasa daerahstampa. Di depan istana terhampar lapangan Sunyie Ici dan Sunyie Lamo yang biasanya dipergunakan untuk prosesi upacara adat.

Minggu, 29 Maret 2015

Benteng Tolukko, Maluku


Pada masanya Ternate bersama Tidore, Bacan, dan Jailolo merupakan penguasa pribumi pemegang hegemoni rempah-rempah dunia di Maluku Utara. Kestabilan sosial, ekonomi, dan politik telah terbina lama di kawasan ini sebagai hulu jalur rempah-rempah dunia. Pedagang dari Timur Tengah dan Asia Selatan hilir mudik mendatanginya hingga kemudian bangsa Barat datang menghancurkan tatanan perdagangan yang sudah terjalin di Nusantara selama puluhan tahun.   Salah satu peninggalan penting bangsa Barat di Maluku Utara adalah Benteng Tolukko yang dibangun Portugis untuk memonopoli perdagangan cengkeh dunia saat itu. Benteng ini berada di areal seluas 1.252 m² dengan ketinggian 10,50 meter di atas permukaan laut. 



Meski luasnya sekira 256 m² namun posisinya strategis untuk pertahanan karena berada di atas bukit dengan sudut 80 derajat menyesuaikan dengan poros bukit. Darinya terpampang sudut pandang dataran, pesisir laut, dan akses ke laut. Benteng Tolukko yang nama aslinya Benteng Santo Lucas merupakan salah satu peninggalan penting kolonial Portugis di Nusantara. Dibangun tahun 1540 oleh Fransissco Serao, benteng ini awalnya bernama Santa Lusia dimana kemudian berubah dan lebih dikenal sebagai Benteng Hollandia setelah Belanda menguasainya. Adapun nama Tolukko disematkan ketika benteng ini sempat dikuasai Kesultanan Ternate dan namanya diganti dengan nama Sultan Ternate ke-10, yaitu Kaicil Tolukko. Apabila diperhatikan, bangunan benteng ini memang dirancang dengan baik seabgai basis pertahanan di atas bukit. Benteng ini menjaid saksi beberapa pertempuran demi memperebutkan kawasan stategis perdagangan rempah-rempah dunia saat itu. 



Benteng ini pernah diserang oleh armada Spanyol, perlawanan rakyat pimpinan Kaicil Nuku tahun 1799, dan terakhir benteng ini diambil alih oleh Belanda tahun 1610 dan direnovasi oleh Pieter Both. Tahun 1864 oleh Residen P. van der Crab, benteng ini dikosongkan karena sebagian bangunannya telah rusak. Selain berfungsi sebagai benteng pertahanan di muka bukit yang menghadap Matahari terbit, benteng ini juga dijadikan sebagai tempat untuk jalur melarikan diri. Akan tetapi, Pemerintah memugarnya kemudian menghilangkan ruangan bawah tanah dan terowongan yang menghubungkan benteng dengan laut. Meskipun demikian, benteng ini masih menyimpan nilai sejarah tinggi. Benteng Tolukko dibangun di Bukit Batuan Beku yang memanjang ke arah Barat laut Tenggara. Konstruksinya terbuat dari campuran batu kali, batu karang, serta pecahan batu bata yang direkat oleh kapur dan pasir. Benteng ini memiliki tiga bastion(menara pengintai), ruang bawah tanah, halaman dalam, lorong, serta bangunan utama berbentuk segi empat. 



AKOMODASI
Akomodasi di Ternate terbilang memadai meliputi hotel kelas melati maupun hotel bintang empat. Berikut ini beberapa referensinya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan Anda.

TIPS
Tidak ada tiket masuk ke benteng ini namun setidaknya Anda diminta untuk berkontribusi secara sukarela sebagai upaya merawat peninggalan penting yang bersejarah ini. Arsyad Muhammad (60) adalah seorang pensiunan polisi yang menjaga kawasan benteng ini. Anda dapat bertanya padanya terkait informasi terakhir benteng. Benteng Tolukko berada di pusat Kota Ternate. Oleh karenanya memungkinkan Anda menjangkau berbagai fasilitas umum, seperti terminal, angkutan umum, penginapan, restoran dan rumah makan, pasar, bank, dan sarana umum lainnya.



BERKELILING
Ternate adalah pulau sekaligus kota yang dapat dikeliling dalam beberapa jam saja. Manfaatkan kendaraan sewaan berupa mobil atau motor untuk melihat begitu banyak keindahannya. Apabila Anda berminat berwisata khusus peninggalan sejarah berupa benteng kolonial maka sambangi saja beberapa benteng di pulau ini, yaitu: Benteng Kalamata, Benteng Kotanaka, Benteng Oranje, Benteng Nustra Se Nohra Del Rosario, dan Benteng Santo Pedro Y. Paulo.



TRANSPORTASI
Untuk menuju Benteng Tolukko tidaklah sulit karena jaraknya sekira 3 kilometer dari pusat Kota Ternate.  Terlebih bila Anda berkeliling di pulau ini dengan kendaraan sewaan. Bila tidak maka Anda dapat naik angkutan umum dari Terminal Kota Ternate. Anda bisa menggunakan angkutan umum dari Terminal Kota Ternate untuk sampai di Benteng Tolukko.



KULINER
Kuliner olahan dari ikan berupa ikan fufu dan gohu ikan perlu Anda cicipi. Di pusat kota Ternate ada banyak penjual makanan dengan beragam pilihan. Perlu juga mencicipi kudapan olahan dari bahan kenari seperti ketam kenari, halua kenari, dan bagea. Gohu ikan terbuat dari ikan tuna mentah yang dipotong kecil-kecil kemudian dilumuri garam dengan perasan lemon. Makanan ini diolah dengan campuran daun kemangi dibalur bawang merah dan cabe rawit kemudian ditumis minyak kelapa dan taburan kasar kacang tanah digoreng. Biasa gohu ikan disantap sebagai lauk pendamping nasi atau papeda. Ada juga fofoki yang menjadi sayuran favorit orang Ternate. Makanan ini berupa terong yang diolah dengan cara dibakar atau digoreng, dibelah dua kemudian dibaluri sambal santan di atasnya. Beberapa restoran modern di Kota Ternate menyediakan kepiting kenari yang nikmat meski harganya mencapai ratusan ribu rupiah bahkan sejuta lebih.



KEGIATAN
Benteng berusia ratusan tahun masih terlihat kokoh dan terbilang terawat dimana terakhir dipugar tahun 1997. Naiklah hingga bagian atas benteng untuk melihat pemandangan laut dan Pulau Tidore. Menghadap ke arah depan bentengnya terpampang kemegahan Gunung Gamalama dengan puncak yang seringkali tertutupi awan. Sembari meresapi sejarah tempo dulu, Anda bisa menikmati semilir angin laut dan kenyamanan suasana yang ada di Benteng Tolukko. Pada bagian komponen bangunan benteng masih ada menara pengintai dan ruangan bawah tanah yang berbentuk terowongan yang tembus ke laut. Sayangnya terowongan tersebut kini telah dihilangkan. Bila Anda perhatikan denah Benteng Tolukko berbentuk menyerupai lingga yang dilengkapi dengan tiga bastion. Bastion-bastion tersebut diletakkan di depan (arah barat laut dan barat daya) dan di belakang benteng. Tidak jauh dari pintu masuk benteng terdapat ruang kecil yang menyediakan berbagai informasi tentang Benteng Tolukko. 

Sabtu, 28 Maret 2015

Museum 1.000 Moko, Nusa Tenggara Timur


Museum ini berada di Kota Kalabahi, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota yaitu di Jalan Diponegoro, Kalabahi. Museum 1.000 Moko menyimpan beragam benda peninggalan pra-sejarah dan benda sejarah. Museum ini adalah salah satu bukti betapa budaya di pulau ini dapat begitu sangat beragam dan unik.Dinamai Museum 1.000 Moko karena moko mewakili kebudayaan orang Alor dan dianggap sebagai benda adat yang bernilai budaya sangat tinggi. Sementara itu, angka 1.000 menunjukkan keanekaragaman suku sekaligus bentuk harapan masyarakat Pulau Alor. Koleksi yang tersimpan di Museum 1.000 Moko cukup beragam, yaitu: alat tenun, kain tenun,  gerabah, alat nelayan tradisional, alat pertanian, meriam portugis, senjata peninggalan Jepang, baju adat, alat berburu tradisional, dan tentunya koleksi unggulan yaitu moko. Benda koleksi di museum ini terus diperlengkapi dimana museum ini berambisi mengoleksi moko dalam jumlah banyak hingga 1.000 atau lebih. Masyarakat Alor sendiri menyebut moko sebagai sebutan untuk nekara perunggu yang umumnya dikenal sebagai salah satu benda sejarah peninggalan kebudayaan Dongson di Vietnam Utara. 


Orang Alor sendiri percaya bahwa Moko berasal dari tanah dan hanya dimiliki para bangsawan karena nilainya sangat tinggi. Hampir dipastikan tidak ada masyarakat adat di Nusantara yang mengoleksi moko dalam jumlah banyak seperti suku-suku di Pulau Alor. Dalam sejarah peradaban Pulau Alor, moko digunakan sebagai belis atau atau mas kawin. Moko memiliki peranan penting bagi masyarakat Alor, yaitu kepemilikan terhadap jumlah dan jenis moko tertentu dapat menunjukkan status sosial seseorang. Di beberapa suku tradisional di Pulau Alor moko digunakan sebagai gendang untuk mengiringi tarian adat. Selain sebagai alat musik tradisional, dahulu moko juga berfungsi sebagai alat tukar ekonomi masyarakat Alor. Hal inilah yang sempat menyebabkan inflasi di kawasan tersebut pada masa pemerintahan Hindia Belanda sehingga membuat sistem baru dengan membatasi peredaran Moko di Pulau Alor. Sekarang Moko berfungsi sebagai peralatan belis atau mas kawin serta simbol status sosial. Dalam adat dan istiadat pernikahan masyarakat Alor, moko digunakan sebagai alat pembayaran belis atau mas kawin seorang laki-laki kepada calon isterinya, itu karena moko dipercaya dapat mengikat pernikahan. 


Hingga kini, adat menjadikan moko sebagai mahar masih terus berlangsung. Suku di Alor yang masih menetapkan mas kawin dengan moko adalah suku Darang (Raja), Tawaka, Kalondama, Kawali, dan Balomasali. Tinggi rendahnya status sosial dinilai oleh banyaknya moko yang disanggupi saat membayar mas kawin. Selain menyimpan koleksi moko, Museum 1.000 Moko juga memajang beragam benda budaya dan barang bersejarah yang ada di daerah ini. Uniknya hampir 80% benda koleksi museum tersebut merupakan warisan dari koleksi seorang warga keturunan China di Kalabahi, bernama Toby Retika. Ia memutuskan untuk meninggalkan Kalabahi pada September 2003 dan menyerahkan seluruh hasil koleksinya itu kepada Pemerintah Kabupaten Alor. Gedung Meseum 1.000 Moko diresmikan Gubernur NTT, Piet A Tallo, pada 4 Mei 2004. Kehadiran museum ini adalah sebagai tempat bagi masyarakat untuk mengetahui, menyaksikan, menganggumi, dan juga mempelajari kebudayaan yang ada di Pulau Alor. 


TIPS
Museum ini buka pada Sening hingga Kamis pukul 08.00-14.00, dan Jumat pada 08.00-15.00. Mintalah bantuan pemandu untuk menjelaskan tentang beragam benda koleksi di tempat ini. Penjelasan seorang pemandu dari luar atau pun dari pihak museum akan lebih memberi pemahaman mendalam dan jelas tentang sejarah dan budaya di Pulau Alor.

Museum 1.000 Moko
Jalan Diponegoro
Kalabahi, Alor
Telp. 0386 2222652

TRANSPORTASI
Museum 1.000 Moko berada di lintasan jalan utama di Kota Kalabahi, tepatnya di Jalan Diponegoro.


KEGIATAN
Ada 2 bangunan utama yang menjadi tempat menyimpan benda koleksi museum ini. Gedung pertama menyimpan benda pra-sejarah dan benda sejarah. Sementara itu, gedung kedua khusus menyimpan koleksi beragam jenis dan motif tenun khas Alor atau disebut kawate. Pemisahan untuk koleksi tenunan karena memang membutuhkan perawatan khusus seperti suhu dan cahaya. Aneka benda bersejarah di Museum 1.000 Moko merupakan hasil budaya suku-suku di Pulau Alor dan pendatang. Di gedung pertama Anda dapat melihat beragam budaya dan pengaruh luar yang masuk ke Pulau Alor, seperti porselin dan peti berbahan daun lontar dari China, kain sutra watola-saleri cindai dari India, kopiah dari Istambul Turki, meriam Belanda dan Portugis, dan pakaian adat dari Bugis. Ada pula benda sejarah bercorak Hindu di sini seperti patung perungga Ratu Tungga Dewi dari Kerajaan Majapahit Untuk mengamati benda peninggalan masyarakat setempat dapat Anda temukan cawat dari kulit kayu, peralatan tenun tradisional, kain kafate, perlengkapan perang dan berburu, perhiasan berupa anting, gelang dan tusuk rambut. 


Ada juga beberapa jenis pedang tradisional (klewang) dan peralatan nelayan tradisional berupa bubu, tombak ikan, dan senapan ikan. Di museum ini Anda dapat menemukan satu-satunya moko yang paling besar yang disebut moko nekara. Moko nekara ini ditemukan oleh Simon J Oil Balol berdasarkan petunjuk mimpi. Ia menggalinya di dalam tanah pada 20 Agustus 1972  di Desa Kokar, Alor Barat Laut. Simon menggali di tempat yang dibayangkan dalam mimpinya dan menemukan moko nekara tersebut lalu diangkat dengan sebuah upacara adat oleh suku setempat. Bentuk fisik moko ini menyerupai gendang dengan bagian atasn dan di tengah-tengahnya bergambar bintang, di tepinya diberi hiasan berupa empat patung kodok. 


Di bagian badan terdapat empat telinga, dua di bagian kanan dan dua di kiri. Moko nekara ini digunakan untuk pesta-pesta adat dan dijadikan semacam rebana atau induk gendang. Anda juga akan melihat 23 moko ukuran kecil setinggi tiga atau empat jengkal orang dewasa. Beberapa diantaranya ada moko pung lima anak panah yang digunakan sebagai mas kawin dalam budaya Pantar, moko jawa telinga utuh cap bintang dan cap satu bunga, moko belektaha cap bengkarung, moko malayfana palili dari Alor Timur, moko makassar bunga kemiri tangan panjang, dan moko aimala kumis besar. Sisanya, antara lain, moko cap naga, bulan, paria, dan cap rupa-rupa simbol lainnya. Di gedung kedua dapat Anda lihat beragam koleksi tenunan khas Alor atau kawate.Seperti juga di daerah Flores, Pulau Alor memiliki budaya menenun dengan beraneka macam motif dan biasanya berupa hewan dan tumbuhan. Ada dua jenis motif tenunan khas Alor, yaitu yang dibuat dengan teknik ikat dan yang dibuat dengan teknik songket.


KEGIATAN
Di Alor dapat Anda temukan perpaduan ekstrem antara daerah pesisir dan pegunungan terjal yang dihuni masyarakat berbeda karakter tetapi memiliki persamaan yaitu mereka begitu bersahaja dan ramah. Pulau Alor adalah pilihan sempurna bagi Anda yang ingin mencari alternatif tempat menyelam selain Raja Ampat atau Pulau Komodo. Airnya yang jernih memungkinkan Anda melihat terumbu karang yang cantik dan kekayaan biota laut dari jarak pandang 40 meter. Anda dapat menemukan berbagai macam biota laut seperti paus, hiu, pari hingga mola-mola, mantis, dan tentunya juga ada ikan lucu napoleon.

Kamis, 26 Maret 2015

Desa Doka, Nusa Tenggara Timur

Dari Maumere, kota di tepi utara Pulau Flores yang terpisah hanya 20 kilometer saja dari tepi selatannya, perjalanan di atas kendaraan roda empat menuju Desa Doka menyajikan pemandangan celah bukit menghijau sangat menawan. Perjalanan penuh kelokan harus ditempuh menyusuri jalan menaiki bukit yang menjadi ranah pepohonan seperti petai china, kakao, kopra, kemiri, dan jambu mete. Kondisi jalan antara utara dan selatan di Kabupaten Sikka yang dikenal sebagaikabupaten seribu nyiur terhitung baik sekali. Akan tetapi, karena lebar jalan yang sempit dan berkelok maka laju kendaraan tidak bisa berkecepatan lebih dari 40 km per jam. Angkutan umum berwarna oranye bermuatan karung penuh sesak di atasnya sesekali melaju di atas jalanan sempit dari Maumere ke arah Desa Doka. Desa Doka ialah sebuah desa di Kelurahan Bola yang dikenal memiliki tenunan kain ikat yang indah. Lebih mengagumkan lagi bahan pembuatnya didominasi dari alam sekitar. Masyarakat Desa Doka sejak dahulu memiliki keahlian menenun kain tradisonal dengan beragam corak warna. Desa Doka menjadi salah satu contoh pembinaan desa wisata di Flores. 


Awalnya atas bantuan penggagas pariwisata yaitu Kornelis Djawa (alm), tahun 1997 Desa Doka mulai menggeliat. Kini sejak tahun 2010, Cletus Lopez, putra dari Kornelis Djawa, terus menampilkan atraksi desa dan kearifan lokal dari sebuah kampung di balik gunung ini. Tamu yang telah datang ke sini dari berbagai negara dan menyaksikan sendiri kecantikan kain tenunannya. Dengan rumah berjajar menghadap sebuah jalan penghubung antardesa, Desa Doka tidak begitu terlihat seperti perkampungan tradisional lainnya. Beberapa sudah terbaur dengan modernitas kehidupan di Maumere namun masyarakatnya gigih untuk hidup dengan mempertahankan tradisi leluhur. Saat tamu datang maka warga desa akan memainkan tarian penyambutan, tarian tradisi, pertunjukan proses pembuatan kain ikat, hingga hidangan makanan dan minuman tradisional. Keramah-tamahan Desa Doka merupakan daya tarik yang tidak bisa dilewatkan saat Anda berada di Sikka. Desa Doka belum lama terkuak dari jalur penjelajahan di Pulau Flores. Kemunculannya memberikan warna baru pada petualangan Anda sebelum meraup lebih banyak lagi kejanggalan alam yang memesona di Flores, yaitu: Danau Kelimutu di Moni, Batu Biru atau Batu Hijau di pantai menuju Bajawa, pengangkatan dasar laut yang nampak di patahan bukit sepanjang jalur selatan lintas Flores, penempatan altar batu di desa tradisional Boawae, serta berbagai keunikan budaya yang masih hidup di Pulau Ular ini. Atraksi budaya juga menunggu pengagumnya, mulai dari tarian penyambutan dan pesta tamu di Belaraghi hingga tarian caci di Compang To’e. Kunjungan akhir di bagian barat Flores dapat disempurnakan dengan bertamu ke rumah Komodo di Taman Nasional Komodosebagai buah hati bagi Flores juga Indonesia, bahkan dunia. 


AKOMODASI
Karena lokasi Desa Doka tidak terlalu jauh dari Kota Maumere maka pilihan untuk menginap disarankan di Maumere yang lebih lengkap dengan berbagai fasilitas dan akomodasi. Sering kali pelancong menjadikan Maumere sebagai awal dari penjelajahan di Pulau Flores. Para pelancong tidak terlalu sering menyisakan terlalu banyak waktu di titik awal perjalanan. (Lihat akomodasi di P. Flores). Akomodasi yang biasa dijadikan pilihan bagi para petualang di Pulau Flores yang panjangnya sekitar 450 kilometer adalah:
Sylvia Hotel and Restaurant
Jl. Gajah Mada no. 88, Maumere
Telp.: 0382 21829
http://www.facebook.com/pages/Hotel-Sylvia-Maumere/129098040491498


TIPS
Di Flores terdapat banyak bahasa daerah yang berbeda, termasuk di Sikka dengan bahasa daerahnya sendiri. Tidak masalah apabila Anda pergi dengan seorang pemandu yang paham bahasa di Sikka tetapi bila tidak maka gunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar agar selama perjalanan lancar tanpa masalah komunikasi. Tidak seperti beberapa tahun lalu dimana jalan di sepanjang Pulau Flores masih terkenal rusak, sekarang lintas Flores membuat perjalanan di atas kendaraan terasa lebih nyaman tanpa harus terpental bila duduk di kursi bagian belakang. Kualitas jalan sudah sangat baik, walau tetap akan Anda rasakan kelokan dari Maumere hingga Labuan Bajo seperti tak pernah ada hentinya. Apabila Anda ingin datang berkelompok maka itu lebih baik dan sebelumnya hubungilah BapakCletus Lopez selaku pimpinan Sangar Doka Tawa Tana di nomor +62 81372290368.


BERBELANJA
Di salah satu sudut Desa Doka tempat dilangsungkannya tarian dan peragaan pembuatan kain ikat, terpajang rapi pada bambu yang memajangkan berupa warna warni hasil tenunan warga Desa Doka. Kain ikat dipajang sebagai dinding alami dimana ruang tenun terbuka disediakan untuk tamu yang ingin meneliti proses pembuatan kain ikat. Kain ikat dilabeli harga mulai dari Rp250.000,- hingga Rp2.000.000,-. Hal ini tentunya tergantung dari jenis dan ukuran kain ikat tersebut. Berusaha untuk menawar pastilah bukan hal yang dilarang, bahkan dianjurkan sebagai apresiasi dan tanda ketertarikan Anda pada kain tersebut.

TRANSPORTASI
Desa Doka dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat, bergantung berapa banyak orang dalam kelompok Anda. Menyusuri Jalan utama dari Maumere menuju Waiara maka perlu bertanya kepada penduduk sekitar arah jalan ke selatan menuju Desa Doka. Bila berpetualang dengan bantuan seorang pemandu maka akan lebih mudah menemukannya. Bila berpetualang sendiri tak usah khawatir karena setiap orang di sini umumnya mengerti Bahasa Indonesia dengan baik. Angkot berwarna oranye akan menandai perjalanan menuju Desa Doka yang mengesankan.


KULINER
Seperti tradisi di berbagai kampung lainnya di Flores, tamu yang datang ke sebuah desa biasanya disuguhi sajian simbolis pertanda selamat datang berupa sirih dan tembakau ataupun pinang. Selain itu, persembahan berupa penyajian kue yang terbuat dari beras ketan yang disebut lekun dan lazim diberikan kepada tamu dipadu tuak atau arak dari pohon aren atau lontar yang disebut sopi. Pinang yang masih berupa buah berukurannya kecil diambil serabutnya di bawah kulit luar yang akan terus dikunyah sehingga lembut. Caranya, kupas bagian terluar buah pinang yang hijau dengan gigi seri ataugigi depan sedikit demi sedikit karena bila menggigitnya terlalu dalam maka pastilah sulit dikupas. Setelah agak dalam dan menemukan serabutnya lalu kumpulkan serabut itu di mulut dan kunyah hingga lembut. Selagi mengunyah serabut pinang, makanlah pula batang sirih muda yang sudah diberi kapur barus berwarna putih. Anda hanya perlu sedikit sirih saja dengan sedikit kapur, karena sirih dapat membuat kepala Anda pening bila terlalu banyak dikonsumsi dan kapur pun terasa membakar bila berlebih. Simpan sirih dan kapur di bagian gigi geraham. Mengunyah semua ramuan ini lama kelamaan akan memberikan rasa segar dan menghasilkan warna merah dari percampuran zat kimia alami yang berasal dari sirih dan kapur. Ludahkan air liur Anda yang berlebih dan berwarna merah bila sudah terasa kurang nyaman. Tentunya ini bukan gigitan termanis di dunia namun pengalamannya mungkin adalah hal termanis patut dirasakan. Tuak atau sopi dibuat dari bahan alami yaitu pohon lontar atau aren. Berbeda dengan arak (juga disebutmoke dalam bahasa lokal), tuak tidak begitu banyak mengandung alkohol walau keduanya dapat membuat mabuk bila dikonsumsi berlebih. Dalam penyambutan tamu, janganlah heran bila tuak ditawarkan ke hadapan Anda dalam cangkir yang terbuat dari tempurung kelapa atau tanah liat.

KEGIATAN
Tarian keceriaan Tuare tala’u dipersembahkan saat tamu berkunjung di Desa Doka. Tarian ini dulunya hanya digelar bagi prajurit yang pulang berperang dan membawa kemenangan. Prajurit tertangguh dipilih dan diusung di ujung sebatang bambu yang diberi bantalan untuk duduk dan menari di atas perutnya. Inilah sebuah tontonan pamer kekuatan dan keperkasaan. Dipastikan atraksi ini hanya ada di Flores. Lima orang lebih bergegas memegang sebatang bambu dikelilingi wanita di bawahnya yang terus menari. Wanita-wanita tersebut mengayunkan tangannya sambil mengepit sebilah pisau yang terbuat dari kayu dan diikat dengan bulu ekor kuda dan kain warna-warni sisa jahitan baju yang dipakainya, sapu tangan danhiasan berupa rangkaian bunga-bungaan juga diayunkan di jemarinya yang berwarna indigo. Musik tradisional dari tabuhan kendang dan batang bambu terus mengalun dimainkan setengah lusin pria muda dan tua. Batang bambu ditegakkan setinggi kira-kira 5 meter dan seorang prajurit terpilih menaiki sebatang bambu tersebut. Seolah bilah kincir angin yang berputar-putar menari di ujungnya dengan sigap para penyangga bambu di bawahnya memastikan posisi bambu tak miring dan tetap aman bagi pahlawan desa. 


Terlihat jelas semua penari menggunakan kain ikat, baik itu dengan sarung ikat dan ikat kepala, maupun wanita yang juga menggunakan sarung serta selendang kain ikat. Mayoritas warna yang digunakan adalah hitam. Kain ini menemani dan melindungi mereka saat damai maupun saat peperangan di masa lalu. Kain ikat yang diproduksi masyarakat Desa Doka termasuk yang terbaik karena memiliki ciri khas desainnya. Warga desa dengan senang hati mempertunjukkan cara pembuatannya. Semua yang tertenun di antara lintangan benang menjadi perlambang penghormatan kepada alam dan Tuhan yang di sembah. Pewarnaan pun begitu apik dilakukan dengan menggunakan bahan dasar pewarna dari saripati tumbuhan alami. Tak hanya pewarnaan, pemintalan kapas hingga menjadi benang dan siap ditenun pun dilakukan secara mandiri di Desa Doka. Pewarnaan menggunakan akar mengkudu (Morinda citrifolia), asam (Tamarindus indica) sebagai kanji, indogo (indigofera), dan loba (Symplocos). Semua bahan alami tersebut didapatkan di hutan-hutan perbukitan dan ditanam sekitar Desa Doka, Kabupaten Sikka, Pulau Flores. Seusai tarian selesai maka masyarakat seluruhnya biasa bergabung untuk mengikuti tarian masal. Dipersembahkan juga tarian lain yang menunjukkan persatuan masyarakat desa yang saling bahu membahu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam. Nampak bahwa sejak lama mereka telah mengenal sistem bercocok tanam. Suku-suku di Flores memiliki kepercayaan tradisional kepada Dewa Matahari-Bulan-Bumi. Kepercayaan tersebut bersifat astral dan kosmologis yang berasal dari pola hidup agraris. Mereka hidup dari kebaikan langit (hujan) dan bumi (tanaman). Lahan pertanian yang cenderung tandus membuat orang Flores sungguh-sungguh berharap pada berkah Dewa Langit dan Dewi Bumi.

Rabu, 25 Maret 2015

Kampung Megalitik Kena, Nusa Tenggara Timur

Kampung Bena adalah salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Kabupaten NgadaNusa Tenggara Timur. Tepatnya diDesa TiwuriwuKecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Bajawa. Kampung yang terletak di puncak bukit dengan view gunung Inerie. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa. Menurut penduduk kampung ini, mereka meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di gunung ini yang melindungi kampung mereka. Kampung ini saat ini terdiri kurang lebih 40 buah rumah yang saling mengelilingi. 


Badan kampung tumbuh memanjang, dari utara ke selatan. Pintu masuk kampung hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan sudah merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal. Kampung ini sudah masuk dalam daerah tujuan wisata Kabupaten Ngada. Ternyata kampung ini menjadi langganan tetap wisatawan dariJerman dan ItaliaDitengah-tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan yang mereka menyebutnya bhaga dan ngadhu. Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat.


PENDUDUK
Penduduk Bena termasuk ke dalam suku Bajawa. Mayoritas penduduk Bena adalah penganut agama katolik. Umumnya penduduk Bena, pria dan wanita, bermata pencaharian sebagai peladang. Untuk kaum wanita masih ditambah dengan bertenunPada awalnya hanya ada satu klan di kampung ini yaitu klan Bena. Perkawinan dengan suku lain melahirkan klan-klan baru yang sekarang ini membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini bisa terjadi karena penduduk Bena menganut sistem kekerabatanmatriarkatkampung ini sama sekali belum tersentuh kemajuan teknologi. Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana yang hanya memiliki satupintu gerbang untuk masuk dan keluar, Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Ngada, Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. 


Hingga kini pola kehidupan serta budaya masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Bangunan arsitektur Bena tidak hanya merupakan hunian semata, namun memiliki fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan lokal dan masih relevan diterapkan masyarakat pada masa kini dalam pengelolaan lingkungan binaan yang ramah lingkungan. Nilai yang dapat diketahui bahwa masyarakat Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya ialah lahan pemukiman yang dibiarkan sesuai kontur asli tanah berbukit. Bentuk kampung Bena menyerupai perahu karena menurut kepercayaan megalitik perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah yang menuju ke tempat tinggalnya. Namun nilai yang tercermin dari perahu ini adalah sifat kerjasama, gotong royong dan mengisyaratkan kerja keras yang dicontohkan dari leluhur mereka dalam menaklukkan alam mengarungi lautan sampai tiba di Bena. Dan pada tahun 1995 Kampung Bena telah dicalokan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.